NU dan Muhammadiyah, Dua Sayap Bangsa: Refleksi Kader Pemuda Muhammadiyah di Pelantikan GP Ansor Weleri

Di tengah suasana hangat pelantikan Pimpinan Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Weleri, Penulis adalah kader pemuda Muhammadiyah yang menghadiri undangan itu dengan hati penuh syukur dan harapan. Bagi sebagian orang, kehadiran kader Muhammadiyah dalam acara NU mungkin terasa tidak biasa. Tapi bagi saya, ini justru bentuk nyata dari kedewasaan berorganisasi dan tanggung jawab kebangsaan.

Kehadiran ini bukan basa-basi. Ini adalah ikhtiar membangun jembatan, bukan tembok. Dalam suasana sosial kemasyarakatan di Kendal, khususnya di Kecamatan Weleri yang plural, heterogen, dan kaya tradisi, kolaborasi antar elemen menjadi keharusan, bukan sekadar pilihan.

Weleri adalah miniatur Indonesia. Di sini, kita bisa melihat denyut nadi keagamaan, ekonomi, dan budaya berkaitan erat. Namun, seperti banyak wilayah lain, Weleri juga tidak lepas dari tantangan zaman: pergeseran nilai, apatisme pemuda, hingga polarisasi sosial yang kadang menyelinap ke akar rumput. Dalam situasi semacam ini, kehadiran dua organisasi besar Islam, NU dan Muhammadiyah, seharusnya menjadi kekuatan pengikat yang menenteramkan, bukan justru memecah.

Indonesia sepatutnya bersyukur, karena punya dua aset besar yang lahir dari rahim bangsa sendiri: Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Keduanya tidak hanya eksis dalam aspek keagamaan, tetapi juga menjadi pelopor pendidikan, sosial, kemanusiaan, dan penjaga nilai kebangsaan. Sejarah panjang mereka bukan sejarah konflik, melainkan sejarah kontribusi.

Sebagai pemuda Muhammadiyah, saya melihat banyak titik temu antara kami dan saudara-saudara di GP Ansor. Kita sama-sama mencintai negeri ini. Kita sama-sama ingin memberdayakan umat. Kita sama-sama risau dengan tantangan generasi muda hari ini yang lebih sibuk scroll media sosial ketimbang membangun kapasitas diri dan sosial. Kita sama-sama resah melihat potensi desa dan kecamatan yang belum tergarap optimal.

Di Kendal, masih banyak pekerjaan rumah yang menanti generasi muda: dari sektor pendidikan yang belum merata kualitasnya, hingga potensi ekonomi lokal—seperti pertanian, UMKM, dan pariwisata yang belum sepenuhnya disentuh teknologi dan inovasi. Di titik inilah, GP Ansor dan Pemuda Muhammadiyah bisa bergerak bersama. Tak harus dalam satu organisasi, tapi dalam satu visi: membangun Kendal dari bawah, dari desa, dari kecamatan, dari hati.

Momentum pelantikan GP Ansor PAC Weleri ini bisa menjadi titik tolak narasi baru: bahwa kader muda Islam tidak harus selalu berada dalam rel kompetisi identitas, tetapi bisa berjalan beriringan dalam kolaborasi produktif. Perbedaan manhaj dan tradisi tidak semestinya menjadi sekat, tapi justru kekayaan yang memperluas cakrawala berpikir dan bertindak.

Saya hadir bukan sekadar sebagai tamu, tapi sebagai saudara. Dan saya yakin, inilah wajah Islam Indonesia yang sesungguhnya: inklusif, progresif, dan cinta tanah air.

Semoga semangat ini tidak berhenti di acara seremonial. Tapi terus tumbuh dalam gerakan nyata. Sebab masa depan Kendal, masa depan Weleri, dan masa depan Indonesia ada di tangan kita—para pemuda.

Weleri, 21-04-2025
B. Chairil Anwar (Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Weleri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *