Oleh : H. Arief Budiman
Salah satu Mu’azziyin atas wafatnya Ibunda Hj Husnul Khotimah yaitu Mas KH. Taufiq Hartono. Beliau yang saat ini diberi amanah memimpin Pondok Pesantren Darul Arqom Patean, bertanya sejarah awal berdirinya organisasi Muhammadiyah Weleri, dan tentang siapa ulama yang menetap di Weleri yang berasal dari Kowangan, Temanggung. Dengan ilmu yang terbatas saya menjawab, beliau adalah Mbah Kyai Rahmadi, yang menikah dengan ibunda Bpk. H. Muslim.
Dalam catatan sejarah, Muhammadiyah masuk ke Weleri pada periode 1930–1960, dan di masa itulah Mbah Kyai Rahmadi dipercaya menjadi ketua pertama Muhammadiyah Cabang Weleri. Perkembangan organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan ini semakin maju antara lain karena adanya pendatang ( pengungsi ) dari Klaten dan sekitarnya. Mereka memilih menetap di Weleri, sebuah kota kecil di jalur pantura yang dikenal sebagai segitiga emas ekonomi Kendal. Kehidupan para pendatang itu kemudian ditopang oleh kegiatan berdagang, dan Muhammadiyah Weleri menemukan lahan subur untuk bertumbuh.
Ibunda Husnul di saat masih remaja memang sudah rajin berjualan, demi membantu ekonomi keluarga yang pas-pasan. Pernah menjadi Agen penjualan Prangko Amal Muhammadiyah Cab. Jatinom. Beliau berkeliling dari rumah ke rumah dari kampung ke kampung menjajakan prangko sambil bernyanyi : Prangko Amal. Saat itu tahun 1940 an, Muhammadiyah membutuhkan dana besar untuk menanggulangi gencarnya kristenisasi. Saya pribadi kagum atas ide cerdas itu. Program penggalian dana Muhammadiyah tersebut terbilang sukses besar. Dan kenangan itu tetap melekat di benak Ibunda Hj. Husnul. Walau usia sudah sepuh ternyata masih hapal menyanyikan lagu Prangko Amal itu.
Saya juga masih ingat jelas, bagaimana Ibunda Hj. Husnul kerap mengajak berkunjung ke kediaman Mbah Kyai Rahmadi, yang tinggal di lantai atas Toko Archos – sebelah Toko Rochies. Saat itu saya masih kecil, harus hati-hati menaiki tangga kayu menuju lantai atas. Saya melihat di ruangan itu tersusun rapi banyak buku, dan di dinding terpajang gambar almanak dan gambar galaksi Bimasakti. Mbah Kyai Rahmadi dikenal sebagai seorang ahli ilmu falak sekaligus penyusun Buku Faraid Praktis. Dari jendela kecil lantai atas ruang itu, saya bisa melihat jalan raya dan pasar Weleri yang ramai.
Ajaran Kyai Rahmadi begitu membekas. Beliau menekankan tauhid, sunnah, tawakal, sedekah, disiplin beribadah dan keikhlasan dll. Ibunda Hj. Husnul adalah salah satu santriwati yang sangat dekat dan setia memegang nasihat-nasihat itu. Tak hanya menerima, beliau juga meneruskan jejak gurunya dalam berdakwah. Biasanya murid akan menduplikasi gurunya. Bersama Mbah Rahmadi Putri dan Ibu Abdul Kadir, ibu Muslimah, beliau aktif memberikan pengajian ke berbagai desa. Seolah ada pembagian tugas: Mbah Kyai Rahmadi mengajar jamaah pria, sedangkan Mbah Rahmadi Putri Cs menyapa jamaah perempuan.
Dari tangan-tangan perempuan inilah, lahir cikal bakal organisasi ‘Aisyiyah di Weleri. Mereka menjadi perintis, mengadakan pengajian, menggerakkan dakwah, hingga mendirikan Taman Kanak-Kanak ABA. Dakwah mereka tak hanya di sekitar Weleri, tetapi meluas ke Pegandon, Truko, Kaliwungu, hingga Limpung. Mas Khafid Sirotudin saat masih usia SMA, ikut andil dalam misi dakwah itu dengan mengantar ibunda Husnul ke Pegandon dan ke Truko, dengan naik motor Honda Win merah. Ketika menyebrang Kali Bodri harus naik rakit karena belum dibangun jembatan. Di tengah kesibukan, tetap semangat menghidupkan syiar Islam.
Buah perjuangan itu akhirnya nyata. Organisasi ‘Aisyiyah di Weleri berkembang pesat, bahkan mampu mendirikan amal usaha di bidang kesehatan: Rumah Bersalin ‘Aisyiyah Truko, yang saat itu karyawan sekitar 15 an orang. Saat ini telah menjadi Rumah Sakit PKU ‘Aisyiyah Kendal dengan karyawan sekitar 150 an orang.
Kini, Ibunda Hj. Husnul Khotimah telah berpulang ke rahmatullah. Semoga beliau Husnul Khotimah. Segala amal salehnya diterima oleh Allah SWT. Khilaf dan dosa diampuni Nya. Jejak perjuangan itu menjadi warisan berharga. Tugas kita, generasi setelahnya, adalah melanjutkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, sehingga kelak saat ajal menjemput kita dalam kondisi Husnul Khotimah. Yaitu akhir hidup yang baik yang dirindukan oleh semua hamba beriman.
Editor : B. Chairil Anwar
Foto by : Arif Budiman