Dakwah yang Menghidupkan, Jejak Langkah K.H. Ahmad Dahlan dan Tantangan di Era Digital

Oleh: Romanto Pribadi, S.Pd, M.Pd (Wakil Ketua PDM Kendal)

Ketika sinar mentari baru menyibak langit Yogyakarta di awal abad ke-20, seorang tokoh muda bernama Muhammad Darwis—yang kelak dikenal sebagai K.H. Ahmad Dahlan—menggelorakan sebuah gerakan pembaruan Islam yang menggugah. Ia tidak hanya mendirikan organisasi bernama Muhammadiyah pada tahun 1912, tetapi juga menanamkan sebuah semangat dakwah yang hidup, menyala, dan melampaui zaman: dakwah yang mencerahkan (tajdid) dan membebaskan.

Gerakan dakwah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan tidak semata-mata berisi seruan moral atau ibadah ritual. Lebih dari itu, beliau memaknai dakwah sebagai upaya mengubah cara berpikir umat Islam agar kembali kepada ajaran Islam yang murni, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, namun tetap menjawab tantangan zaman. Inilah letak keistimewaan dakwah Muhammadiyah sejak awal: berakar kuat pada teks, tetapi berpijak kokoh di realitas.

Salah satu langkah revolusioner beliau adalah mengajarkan tafsir surah Al-Ma’un—sebuah surat pendek yang kerap diabaikan maknanya. Bagi K.H. Ahmad Dahlan, Al-Ma’un bukan hanya bacaan dalam shalat, melainkan petunjuk hidup. Ia menjadikan surat itu sebagai landasan aksi sosial, seperti mendirikan sekolah, rumah yatim, dan layanan kesehatan bagi kaum miskin. Maka lahirlah gerakan amal usaha sebagai bentuk konkret dakwah yang tidak hanya menyentuh lidah, tetapi juga menyentuh perut dan hati.

Pada masa itu, banyak tantangan menghadang. Tradisi lama, kejumudan berpikir, bahkan cibiran dari kelompok konservatif tak menyurutkan langkahnya. Dakwah Muhammadiyah justru tumbuh di tengah resistensi itu karena menawarkan nilai-nilai baru: rasionalitas dalam beragama, kebersihan masjid, pengajaran modern, dan pembelaan terhadap kaum mustadh’afin (terpinggirkan). Inilah wajah Islam yang membebaskan, bukan membelenggu.

K.H. Ahmad Dahlan bukan sekadar pendakwah di mimbar. Ia adalah pendidik, pemimpin gerakan, sekaligus pelayan umat. Dakwahnya tak hanya berbicara, tetapi juga bekerja. Ia menyulut api semangat para pemuda, menggugah kesadaran kaum perempuan melalui pendirian Aisyiyah, serta membangun jaringan dakwah yang terus menjalar hingga ke seluruh penjuru Nusantara.


Dakwah Muhammadiyah Hari Ini: Masihkah Sejalan?

Kini, setelah lebih dari satu abad, dakwah Muhammadiyah tidak lagi hanya berkutat pada membangun sekolah dan rumah sakit, melainkan merambah ke berbagai dimensi kehidupan modern. Ranah dakwah saat ini menyasar isu-isu strategis seperti:

Keadilan sosial dan penanggulangan kemiskinan struktural

  • Kesehatan masyarakat dan advokasi kesehatan publik
  • Krisis lingkungan dan ekoteologi
  • Toleransi antarumat beragama dan penguatan nilai-nilai kebangsaan
  • Literasi digital dan pembinaan generasi muda di era teknologi
  • Respons terhadap isu-isu global, seperti kemanusiaan dan perdamaian

Semua itu dikerjakan lewat berbagai amal usaha, majelis, dan lembaga. Bahkan, dakwah digital mulai menjadi garda terdepan, di mana Muhammadiyah aktif membangun konten edukatif di media sosial, kanal YouTube, dan platform daring lainnya.

Lantas, apakah ini menjauh dari khittah awal?

Jawabannya: tidak. Justru inilah bentuk aktualisasi dari dakwah berkemajuan yang telah dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan. Esensinya tetap sama: membebaskan, mencerahkan, dan memajukan umat. Hanya saja, sarana dan objek dakwah yang menyesuaikan zaman.

Tentu saja, tantangan zaman digital ini memerlukan adaptasi baru. Bahaya disinformasi, krisis moral generasi muda, hingga komersialisasi agama, menjadi medan dakwah baru yang menuntut pendekatan kreatif dan kolaboratif. Muhammadiyah tidak boleh hanya bertahan di zona nyaman amal usaha, tapi harus terus menjadi gerakan perubahan di tengah masyarakat.


Menyalakan Obor Dakwah dari Langgar-Langgar Kampung

Dakwah bukanlah semata kerja elit organisasi, melainkan tugas seluruh jamaah. Dari langgar-langgar kecil di kampung hingga podium-podium besar, semangat mencerahkan umat harus terus dinyalakan. Dakwah bukan hanya soal ceramah, tetapi juga tentang sikap, pelayanan, dan teladan.

K.H. Ahmad Dahlan memulai dari mushala kecil di Kauman, lalu menerangi Nusantara. Kini, giliran kita: guru, petani, pedagang, perawat, aktivis, dan siapa pun warga Persyarikatan bisa melanjutkan nyala itu.

Dakwah Muhammadiyah hari ini harus hadir dalam kerja-kerja nyata: mendampingi anak-anak putus sekolah, merangkul mualaf, memeluk korban bencana, menyiapkan konten dakwah yang cerdas di media sosial, dan menyebarkan Islam yang ramah, bukan amarah, merangkul bukan memukul, membumi bukan menggurui.

Karena dalam setiap langkah kecil untuk kebaikan, di situlah ruh dakwah Muhammadiyah hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Comment