Qurban Setiap Hari: Menyembelih Ego, Menumbuhkan Cinta Ilahi

Oleh: H. Arief Budiman (Owner Dunia Walet)

Berqurban biasanya kita pahami sebagai ibadah tahunan: menyembelih hewan qurban pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik (11–13 Dzulhijjah). Kita mengenang kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail, dua sosok yang melampaui ujian cinta—bukan sekadar antara ayah dan anak, tetapi antara cinta kepada keluarga dan cinta kepada Allah.

Namun, sejatinya qurban bukan hanya soal menyembelih kambing, sapi, atau unta. Qurban adalah tentang menyembelih ego, tentang mengorbankan yang dicintai demi keridhaan Ilahi. Karena itu, qurban sejati bisa (dan seharusnya) terjadi setiap hari.

Qurban dalam Lima Rukun Islam

  1. Syahadat: Mengorbankan Keakuan

Bersyahadat bukan hanya melafalkan dua kalimat. Ia adalah deklarasi revolusioner yang menuntut kita menyembelih ke-aku-an, egoisme, kesombongan, dan hawa nafsu.
“Tiada Tuhan selain Allah” artinya, kita tidak menyembah jabatan, uang, kekuasaan, atau gengsi.
“Muhammad adalah utusan Allah” berarti kita rela meninggalkan budaya jahiliyah dan menggantinya dengan akhlak Rasulullah, setiap hari.

  1. Shalat: Mengorbankan Waktu dan Kesibukan

Shalat lima waktu menuntut kita mengorbankan waktu emas—di sela aktivitas, pekerjaan, atau bahkan kesenangan.
Tapi di situlah letak nilai qurban: saat kita memilih Allah, bukan layar gadget, bukan pelanggan, bukan serial favorit.
Kita berqurban tiap azan berkumandang, dengan bangkit dari kursi dan bersimpuh kepada-Nya.

  1. Puasa: Mengorbankan Nafsu Dunia

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga nafsu dan syahwat.
Kita berqurban dengan menahan diri dari hal-hal yang sebenarnya boleh, demi disiplin rohani.
Bahkan di luar Ramadan, puasa sunnah Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, dan lainnya adalah latihan qurban pribadi yang istimewa.

  1. Zakat: Mengorbankan Harta

Zakat adalah bentuk qurban yang paling nyata: harta yang dicintai harus disalurkan kepada yang berhak.
Ini bukan hanya tentang berbagi, tapi tentang membersihkan jiwa dari penyakit cinta dunia.
Memberi saat berlebih itu baik, tapi memberi saat kekurangan—itulah qurban sejati.

  1. Haji: Mengorbankan Kenyamanan Diri

Haji mengajarkan qurban total. Meninggalkan rumah, pekerjaan, dan zona nyaman menuju tanah suci.
Di sana kita belajar menjadi hamba, bukan bos. Tawaf, sa’i, wukuf, dan melempar jumrah—semuanya adalah simbol pengorbanan diri, waktu, uang, bahkan emosi.

Setiap Hari adalah Hari Qurban. Jangan tunggu Idul Adha untuk berqurban.
Setiap hari kita diberi kesempatan untuk mengorbankan ego, waktu, nafsu, harta, dan kenyamanan demi Allah.
Setiap hari adalah peluang meneladani Ibrahim dan Ismail, bukan dengan pisau, tapi dengan pilihan-pilihan hidup yang mendekatkan kita pada-Nya.

Maka mari kita berqurban tiap hari—dengan ikhlas, dengan cinta, dan dengan harapan semoga Allah meridhoi hidup kita sepenuhnya.
Wallahua’lam.

Editor : B. Chairil Anwar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *