Jumat Berkah: Agama dalam Aksi

H. Ikhsan Intizam, LC
(Ketua PDM Kendal)

Di tengah arus zaman yang diguncang oleh individualisme, gaya hidup hedonistik, dan keterasingan sosial, ada secercah cahaya kecil yang konsisten menyala dari Pemuda Muhammadiyah Weleri. Bukan dari gedung megah atau lembaga prestisius, melainkan dari gerakan anak-anak muda Muhammadiyah yang berkumpul setiap Jumat pagi, membagikan nasi bungkus kepada siapa pun yang mereka temui di jalan. Inilah Jumat Berkah —sebuah inisiatif sosial yang sederhana dalam bentuk, tapi dahsyat dalam dampaknya.
Gerakan ini tak memilih siapa yang pantas menerima. Kaya-miskin, tua-muda, semua berhak menerima uluran tangan tanpa prasangka. Bukan hanya gerakan berbagi, Jumat Berkah adalah ruang kaderisasi, penyemaian empati, dan sekaligus medan aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan nyata.
Di era di mana nilai-nilai gotong royong mulai pudar, Jumat Berkah hadir sebagai bukti bahwa idealisme masih hidup, terutama di dada para pemuda Muhammadiyah yang tak menunggu panggung, tak mencari aplaus. Mereka bergerak, karena iman memanggil dan realitas sosial menuntut.
Gerakan ini tidak lahir dari ruang seminar atau musyawarah besar. Ia tumbuh dari pengajian kecil yang rutin digelar di rumah seorang aktivis Muhammadiyah tulen, Mas Khafid Sirotudin. Bersama Ustadz Margo Utomo, pengajian ini menjadi laboratorium gagasan dan tempat kelahiran inspirasi. Tafsir Al-Qur’an yang dikaji bukan hanya menjadi ilmu, tapi menjadi bahan bakar perubahan.

JUmat Berkah di Lokasi Bencana


Saat pembahasan mengenai shodaqoh menjadi topik kajian, diskusi pun berlanjut menjadi aksi. “Ayo mulai soko awake dewe,” ujar salah seorang peserta. Maka dengan spontan, uang terkumpul, ide disepakati, dan tepat pada Jumat pagi 25 Desember 2015, gerakan Jumat Berkah membagikan 100 nasi bungkus pertamanya.
Hari itu bukan hanya momentum berbagi, tapi juga deklarasi bahwa ayat-ayat Tuhan tak layak berhenti di lisan—ia harus hidup dalam perbuatan. Setelah pembagian pertama, respon masyarakat sangat positif. Jumlah nasi bungkus meningkat setiap pekan hingga mencapai 400 porsi. Namun, tantangan pun datang dari para pedagang nasi sekitar lokasi pembagian yang merasa omset mereka terganggu. Panitia pun berbenah. Alih-alih memonopoli pemesanan dari satu warung, pemesanan dipecah dan digilir kepada warung-warung kecil. Maka, Jumat Berkah bukan hanya membagi nasi, tapi juga rezeki. Tagline “Memberkati Masyarakat, Menumbuhkan Ekonomi Umat” pun lahir sebagai cerminan dari realita ini.


Tak berhenti di situ, saat Covid-19 melanda dan pasar Weleri terbakar, Jumat Berkah tak surut. Meski donasi menurun drastis, semangat tetap menyala. Bergabung dengan LAZISMU menjadi strategi penyelamatan dan pelebaran sayap. Bukan hanya bantuan yang berlanjut, tetapi juga sistem pelaporan yang semakin profesional dan transparan. Donatur pun makin percaya, karena setiap rupiah yang mereka sedekahkan jelas arah dan dampaknya.
Selama sembilan tahun berjalan tanpa henti, Jumat Berkah telah menjadi simbol perlawanan terhadap kemalasan sosial, ketidakpedulian, dan kemiskinan struktural. Nasi bungkus bukan sekadar santapan pagi, melainkan simbol solidaritas, semangat persaudaraan, dan kehadiran nyata Islam di tengah masyarakat.
Kini, pembagian nasi bergeser ke ranting-ranting Muhammadiyah, memperluas jangkauan dakwah dan mempererat struktur organisasi. Ibu-ibu Aisyiyah pun ikut andil dengan kreasi “pincukan” —membungkus nasi dengan daun pisang ala tradisional. Nuansa lokal berpadu dengan semangat global: Islam rahmatan lil ‘alamin yang hadir dalam wujud paling membumi.
Jumat Berkah bukan sekadar cerita tentang nasi bungkus. Ia adalah narasi tentang iman yang menjelma menjadi aksi. Tentang komunitas yang tak diam di tengah krisis. Tentang pemuda yang bergerak meski tanpa panggung, tanpa pamrih, tapi penuh makna.
Gerakan ini adalah bukti bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil. Sebungkus nasi bisa menjadi jalan menuju surga, jika niatnya lurus, jalannya benar, dan pelaksananya istiqomah. Di tengah dunia yang lapar bukan hanya akan makanan, tapi juga akan makna dan keadilan, Jumat Berkah hadir sebagai suapan harapan—hangat, ikhlas, dan memberkahi.
Bravo Muhammadiyah Weleri.

Editor : B. Chairil Anwar
Foto by Dok. PCPM Weleri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *