ASHOI: Jalan Ibadah Menuju Generasi Qur’ani yang Cerdas dan Mandiri

Dalam dunia yang bergerak cepat dan semakin sekuler, kita sering menyaksikan adanya jurang antara semangat beragama dan kinerja kehidupan nyata, baik dalam pendidikan, ekonomi, maupun sosial. Maka ketika Muhammadiyah Kendal meluncurkan sebuah gerakan ASHOI, yang merupakan singkatan dari Al-Qur’an, Sholat, dan Infaq, bukan sekadar slogan, tetapi representasi dari khasanah Islam yang dalam dan kontekstual.

Lirik lagu ASHOI mengingatkan kita akan pentingnya menyatukan ibadah spiritual dan keberhasilan hidup nyata, sebagaimana dicontohkan Rasulullah dalam dakwah dan peradaban Islam.

  1. Al-Qur’an: Fondasi Kehidupan
    “Menanamkan kecintaan terhadap Al-Qur’an,” adalah baris pertama yang sangat esensial. Umat Islam tidak akan punya arah hidup tanpa Al-Qur’an. Ia bukan hanya kitab suci, tetapi petunjuk (hudan), pembeda (furqan), dan penawar (syifa) bagi jiwa-jiwa yang gersang.

Dalam khasanah Islam, mencintai Al-Qur’an berarti menjadikannya landasan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Cinta terhadap Al-Qur’an bukan sekadar membaca secara tartil, tetapi juga merenungi kandungannya, serta menjadikannya sebagai referensi utama dalam mengambil keputusan, baik di ranah pribadi, keluarga, bisnis, hingga kepemimpinan.

  1. Sholat: Pilar Disiplin dan Kesadaran Sosial
    Lirik berikutnya, “Membiasakan sholat lima waktu berjama’ah dan sholat sunnah,” tidak hanya mengingatkan kita pada kewajiban utama umat Islam, tapi juga pada nilai disiplin, tanggung jawab, dan keteraturan.

Sholat berjama’ah memperkuat relasi sosial dan kesetaraan, sementara sholat sunnah membentuk pribadi yang tulus dan berdedikasi.

Dalam konteks generasi muda dan dunia kerja, sholat bisa ditarik sebagai simbol manajemen waktu yang baik, fokus, dan integritas, tiga hal yang mutlak dibutuhkan dalam dunia bisnis yang kompetitif dan dunia akademik yang dinamis.

  1. Infaq: Semangat Berbagi, Akar Keadilan Sosial
    Baris selanjutnya, “Menumbuhkan semangat berbagi melalui infaq,” mengakar kuat dalam surat Al-Ma’un. Infaq tidak hanya tentang memberi harta, tetapi tentang menghidupkan rasa peduli, menjembatani ketimpangan, dan membangun solidaritas.

Dalam khasanah Islam, ekonomi yang sehat adalah ekonomi yang menyalurkan kelebihan kepada yang kekurangan. Infaq mendidik manusia untuk tidak terikat pada materialisme, namun juga tidak anti terhadap kekayaan. Justru dari infaq, kita diajarkan untuk menjadi kaya agar bisa berbagi lebih banyak.

  1. Al-Ma’un dan Tajdid Muhammadiyah: Semangat Perubahan
    Refrain lagu ASHOI menegaskan:
    “Dengan semangat Al-Ma’un dan tajdid Muhammadiyah, kami siap membina generasi Qur’ani…”

Surat Al-Ma’un mengecam pemeluk agama yang abai terhadap anak yatim dan orang miskin. Inilah esensi Islam yang holistik: ritual yang tidak melahirkan kepedulian sosial adalah ritual yang kosong.

Sementara tajdid Muhammadiyah, sebagai semangat pembaruan, menjadi energi untuk terus merawat nilai-nilai Islam dengan pendekatan kontekstual. Tajdid bukan sekadar pembaruan metode, tetapi pembaruan kesadaran, agar Islam tetap relevan dan memimpin dalam perubahan zaman.

Menjadi Generasi Qur’ani: Cerdas, Mandiri, dan Peduli
Gerakan ASHOI sejatinya menawarkan jalan tengah yang harmonis antara ibadah ritual dan keberhasilan sosial.

Ia mendorong kita menjadi insan Qur’ani, yang cinta ilmu, gemar berbagi, kuat ibadahnya, dan aktif dalam kehidupan nyata. Dalam pandangan Islam, sukses bukan hanya soal duniawi, tapi bagaimana kita menjadi manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain (khairu an-nas anfa’uhum linnas).

Di tengah krisis akhlak, individualisme, dan ketimpangan sosial, gerakan ASHOI menjadi oase pendidikan karakter Islami yang menjanjikan: tidak hanya melahirkan santri atau pelajar yang pintar, tapi juga muslim yang tangguh, jujur, dan peduli.

Jika setiap sekolah, pesantren, komunitas, dan keluarga membumikan nilai-nilai ASHOI, maka bukan tidak mungkin kita akan menyaksikan lahirnya generasi baru: generasi yang tak hanya tahu cara membaca Al-Qur’an, tapi juga menjadikannya dasar dalam mengelola bisnis, membangun masyarakat, dan memimpin peradaban.

Karena pada akhirnya, ibadah dan bisnis bukan dua kutub yang bertentangan, melainkan dua jalan menuju ridha Allah jika dijalani dengan niat yang benar dan cara yang benar.

Wassalam.

Ngampel, Medio April 2025

*) Abdul Ghofur Editor kendalmu.or.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *