Oleh: H. Fuad Zein
Kutbah ‘Idul Fitri disampaikan pada tanggal 1 Syawwal 1446 H/31 Maret 2025
Diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri Daerah Kendal
Bertempat di Lapangan Sepak Bola Sambongsari Weleri
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
الْحَمْدُ للهِ غَافِرِ الذُّنُوْبِ، وَكَاشِفِ الْكُرُوْبِ، وَسَاتِرِ الْعُيُوْبِ، وَقَابِلِ التَّوْبِ، أَحْمَدُهُ وَأَشْكُرُهُ وَأَسْتَغْفِرُهُ، وَاَشْهَدُ أنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ عَلَّامُ الْغُيُوْبِ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً عَدَدَ مَا خَلَقَ اللهُ، تُنْجِي قَائِلَهَا مِنْ كُلِّ مَرْهُوْبْ، وَتُنِيْلُهُ بِهَا كُلَّ مَحْبُوْبٍ وَمَرْغُوْبْ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا وَتَعْظِيْمًا أَبَدًا دَائِماً . اللهُ أكْبَر ُ الله أكْبَرُ لا إلهَ إلاَّ الله ُ الله ُ أكْبَر الله أكبر ُ و للهِ الحَمْدُ .اللهُ أكْبَر ُ كبيْرًا و الحَمْدُ للهِ كثِيْرًا
و سُبْحانَ اللهِ بُكْرةً و أصِيْلاً. اللهُ أكْبَر ُ الله أكْبَرُ لا اِلهَ إلاّ الله اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَر ُ و للهِ الْحمْدُ. أما بعد: أوصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَاللهِ وَطَاعَتِهِ وَتمَسَّكُوْا بِدِيْنِهِ وَشَرِيْعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ .
قَال اللهُ تَعالىَ فىِ كتابِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَيْطانِ الرّجِيْمِ بسْم اللهِ الرحمن الرحيم قَدْ أفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى و ذَكَرَ اسْمَ رَبِّـهِ فَصَلَّى.اللهُ أكْبَر ُ الله أكْبَرُ لا اِلهَ إلاّ الله اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَر ُ و للهِ الْحمْدُ.
Hadirin, jama’ah ‘Idul Fitri yang berbahagia.
Pagi ini kita ungkapkan syukur kepada Allah atas karunia nikmat yang tidak terhingga, dan syukur kita hari ini menjadi sangat bermakna karena setelah sebulan penuh kita laksanakan puasa Ramadhan, satu dari lima pilar agama Islam. Maka dengan mengumandangkan takbir, tahlil,dan tahmid. Kita syukuri semua nikmat itu dan terus berharap agar Allah tambahkan lagi nikmat kepada kita semua, agar dapat hidup berbahagia di dunia dan akhirat.
Bulan Ramadlan, oleh umat Islam, dipahami sebagai bulan yang penuh rahmat, maghfirah dan nikmat dari Allah SWT, dan merupakan momentum perbaikan dan pembenahan kesalehan diri, menuju derajat ketakwaan (al-Baqarah: 183). Di bulan Ramadlan, setiap umat Islam diwajibkan berpuasa, menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa, dan amalan-amalan hamba Tuhan ganjarannya akan digandakan sepuluh kali lipat secara kuantitas, bahkan Tuhan menurunkan sebuah malam yang lebih mulia dari seribu bulan, yakni Lailatul Qadr, pada malam itu, akan turun malaikat-malaikat ke bumi untuk mendengarkan segala permintaan hamba-Nya, hingga terbitnya fajar (al-Qadr : 1 – 5). Pun dalam bulan suci ini, setiap jiwa manusia diwajibkan mengeluarkan zakat, yang disebut zakat fitr, untuk diberikan kepada kaum mustadl’afin dan kaum miskin papa berdasarkan ketentuan Allah SWT dalam surah at-Taubah: 60.
Ramadlan adalah bulan pengampunan, penyucian, dan pengembalian fitrah manusia, sehingga pada saat merayakan I’dul Fitri, umat Islam juga merayakan “kemenangan” atas perjuangan menemukan kembali fitrah kemanusiaannya, setelah melalui serangkaian perjuangan melawan hawa nafsu, yang dianggap sebagai causa prima terjerumusnya manusia kepada dunia a fitrawi. Perjuangan melawan hawa nafsu, menjadi kewajiban setiap manusia, untuk mewujudkan kesalehan yang merupakan salah satu indikasi ketakwaaan kepada Allah SWT. Perjuangan ini, yang digelar sebagai perjuangan minal ‘aidin wal faizin.
Berpuasa identik dengan berpantang, terutama untuk berniat, mengucap, dan atau melakukan perbuatan yang merupakan “pantangan”. Berpuasa, secara lahiriah, mungkin dapat dipahami sebagai ikhtiar menjaga diri dari segala perkataan dan tingkah laku yang tidak dibenarkan oleh fitrah kemanusiaan, untuk kemudian menjadi manusia yang “benar-benar” manusia, jauh dari belenggu memperturutkan hawa nafsu, atau terjerumus dalam lembah kebinatangan potensial kita. Puasa, sebagaimana perspektif di atas, merupakan perbuatan ibadah. Sementara ibadah, adalah konsekuensi kekhalifahan manusia di muka bumi ini. Jadi, dengan berpuasa, sesungguhnya manusia telah membuka jalan menjadi insan kamil; konsep kesempurnaan akhlak. Singkatnya, puasa adalah suatu upaya akhlak engineering menuju terbentuknya sebuah kesadaran ketuhanan.
Jika demikian halnya, maka berpuasa dapat dijadikan sebagai solusi alternative untuk mewujudkan masyarakat yang berperadaban damai dengan karakter humanis. Tak mustahil, pemaknaan puasa dapat dijadikan sebagai jalan keluar dari beragam problem kemasyarakatan hari ini; ketamakan, non kooperatif, perselisihan akibat misunderstanding dalam skala lokal maupun global, kesemena-menaan, penindasan dan bahkan ketidakadilan. Mungkin kita sepakat, bahwa akar semua permasalahan kemanusiaan hari ini adalah kemiskinan. Kemiskinanlah yang menjadi faktor predisposisi timbulnya proses dehumanisasi dan sejumlah kejahatan kemanusiaan lainnya, sebagaimana dipaparkan oleh Thomas Hobbes, manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus).. Tentunya Hobbes tidak begitu saja berseloroh dengan teorinya ini, tetapi pada realitasnya, manusia relative akan lepas dari frame kemanusiaannya ketika bersentuhan dengan masalah “menyambung hidup” akibat kemiskinan
Menjadikan puasa sebagai yang tersebut di atas, harus dilakukan dengan pemahaman yang mendalam tentang hakikat puasa itu sendiri. Puasa selanjutnya harus dipahami sebagai upaya membentuk “kesalehan individual” dan “kesalehan sosial”, berdasarkan konsep “kesadaran ketuhanan” yang menjadi tujuan utama puasa, terlepas dari dampak fisiologis-jasmaniah puasa. Dengan berpuasa, melalui “pemaknaan essensial” terhadapnya, manusia diharapkan dapat merefleksikan kondisi riil penderitaan kaum miskin dan orang-orang mustadl’afin dalam perjumpaan mereka dengan realitas ke dalam mainstream individual, merasakan penderitaan mereka untuk kemudian mengkonstruksikan sebuah komitmen moral, bahwa sungguh kemiskinan adalah musuh objektif kemanusiaan. Kemiskinan menyebabkan konsentrasi perilaku transendensial manusia menjadi buyar. Karena jangankan berniat untuk bersembahyang, untuk makan saat ini pun seakan tidak mampu lagi dipikirkan. Dengan refleksi seperti itu, pemikiran sosial keagamaan yang kreatif dapat ditumbuhkan tetapi juga kepekaan ruhaniah selalu dapat dihidupkan.
Hadirin jama’ah ‘Id yang berbahagia
Puasa memang di antara tujuannya adalah untuk menciptakan manusia yang berkeseimbangan dan utuh. Dalam agama Islam manusia yang utuh dicirikan dengan sejumlah karakteristik, di antaranya memiliki moralitas yang luhur. Dalam hubungan ini Nabi Muhammad sendiri melukiskan inti risalah yang dibawanya sebagai penyempurnaan integritas budi dan moral manusia. Budi pekerti luhur dan moral yang sehat tercermin dalam sikap jujur dan ikhlas, suka tolong menolong dan menjauhi pementingan diri sendiri yang berlebihan, cinta kepada sesama dan memiliki rasa persaudaraan dan rasa kesetiakawanan yang tinggi, dan sebaliknya menjauhi manipulasi dan perbuatan-perbuatan korup, kolusi, dan nepotisme. Orang beriman setelah berpuasa sebulan lamanya dituntut untuk mewujudkan ini semua dalam perilaku kesehariannya setelah Ramadlan. Apabila tidak terwujud, berarti puasanya gagal dan tujuan yang hendak dicapai dari puasa tidak terealisir. Puasa itu sendiri sia-sia dan tidak merupakan pengalaman relijius baginya serta tidak membuahkan hasil dalam peningkatan kualitas moral orang bersangkutan. Dalam suatu pesannya, Nabi telah memperlihatkan hal ini. Beliau bersabda dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah :
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Artinya : Berapa banyak orang yang berpuasa, akan tetapi tidak memperoleh apapun dari puasanya selain lapar dan berapa banyak orang yang shalat malam, akan tetapi tidak memperoleh apapun dari shalatnya selain daripada letih bangun malam belaka. (HR Ahmad ).
Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi juga menyatakan
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Artinya : Barang siapa tidak menghentikan kebohongan dan manipulasi, maka Allah tidak memandang perlu orang itu meninggalkan makanan dan minumnya.(HR. Al-Bukhari).
Artinya tidak ada gunanya di sisi Allah orang itu berpuasa apabila ia dalam tingkah lakunya tidak dapat meninggalkan kebohongan dan manipulasi.
Dengan demikian tampak jelas kaitan antara puasa dan kehidupan konkrit setiap insan muslim. Puasa bukan hanya sekedar perbuatan yang menunjukkan kemampuan pisik yang tercermin dalam kesanggupan untuk tidak makan, minum dan berhubungan seksual selama satu hari. Puasa lebih dari itu adalah simbolisasi dari integritas moral yang tercermin dalam kemampuan menepati nilai-nilai budi luhur dan akhlak mulia serta lambang dari kemampuan menegakkan yang ma’ruf dna menolak yang munkar
Para jama’ah, sidang ‘Idul Fitri yang semoga dimulyakan oleh Allah
Dalam era sekarang ini, bangsa kita tengah berjuang memberantas perilaku dan budaya yang telah merusak tatanan kehidupan kita dan yang sekarang kita rasakan akibatnya. Budaya yang dimaksud adalah populer dengan sebutan korupsi, kolusi dan nepotisme. Suburnya budaya ini berkorelasi dengan keadaan moral suatu masyarakat yang ditandai dengan rendahnya kesadaran hukum, lemahnya sikap disiplin, kurangnya pengertian terhadap kekuasaan sebagai amanah, dan lebih penting lagi minimnya kepercayaan terhadap pengawasan Ilahi atas tingkah laku manusia. Diharapkan dengan belajar dari hikmah puasa Ramadlan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamya berupa disiplin, komitmen moral dan kesadaran akan pengawasan Ilahi kita dapat merestorasi spiritualitas kita dan dengan itu kita dapat keluar dari budaya kolusi, korupsi, dan nepotisme yang telah membawa kita ke dalam musibah seperti sekarang ini.
اللهُ أكْبَر ُ الله أكْبَرُ لا اِلهَ إلاّ الله اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَر ُ و للهِ الْحمْدُ.
Para jama’ah Shalat ‘Id yang berbahagia
Semua kita mengetahui bahwa tahun 2025 ini masih merupakan tahun yang berat bagi kita dari segi ekonomi. Untuk itu marilah kita senantiasa memegangi filosofi puasa, yang mengajarkan perjuangan keras, tekun, dan sabar, serta selalu optimis akan perubahan. Al-Qur’an mengajarkan bahwa masa senang dan masa susah selalu berganti dan bergilir menimpa manusia sebagaimana difirmankan Allah :
Artinya : Jika kamu mendapat malapetaka, maka kaum lainpun mendapat malapetaka yang serupa. Dan hari-ari kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah mengetahui orang-orang yang benar-benar beriman dan menjadikan sebagian dari kamu sebagai saksi. Dan Allah tidak menyukai orang–orang yang berbuat zalim. (3 : 140).
Tahun 2025 ini juga masih diwarnai dengan berbagai persoalan bangsa yang cukup kompleks. Tentu bagi kita bangsa Indonesia, khususnya kaum muslimin haruslah disadari bahwa kita jangan sampai terseret kepada perpecahan dan disintegrasi bangsa. Dalam hal ini marilah kita mencermati firman Allah :
Artinya : Dan jangankan kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. ( Ali Imran : 105).
Para jama’ah yang insya Allah dimuliakan oleh Allah, demikianlah khutbah yang dapat kami sampaikan pada hari ini semoga membawa manfaat bagi kita semua. Amin, dan marilah kita memanjatkan do’a kepada Allah agar kita diberi kekuatan untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan diberi ketahanan pula dalam menjauhi larangan-larangan-Nya.
الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمَيِنَ وَلا عُدْوَانَ إلا عَلىَ الظَّالِمِيْنَ وَالصَّلاةُ وَالسَّلامُ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. عَلَى مُحَمَّدٍ
اللهم اغفِرْ لِلْمُسْلِمينَ وَالمْسُلْماتِ والمؤمنينَ والمؤمناتِ وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَاجْعَلْ قُلُوْبَهُمْ عَلَى قُلُوبِ خِيَارِهِمْ اللهُمَّ اغْفِرْ لاَحْيَائِنَا وَأَمْوَاتِنَا وَألِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَاْجعَلْ قُلُوبَنَا عَلى قُلوُبِ خِيَارِناَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيم رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِين
اللهمَّ انْصُرْ جُيُوش المُسْلِمِيْنَ وَعَسَاكِرَ المُوَحِّدِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّينِ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إلي يَوْمِ الدِّينِ اللهُمَّ انْصُرْ دُعَاتَنَا وَعُلَمَائنَاَ المَظْلوُمِيْنَ تَحْتَ وَطْأَةِ الظالِمِين وَفِتْنَةِ الفَاسِقِينَ وَحِقْدِ الحَاقِدِيْنَ وَبُغْضِ الحَاسِدِين وَخِيَانَةِ المُنَافِقِيْنَ
رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ رَبَّنَا وَآَتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ
اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُولُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا ، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا ، وَأَبْصَارِنَا ، وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا ، وَلا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَلا مَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لا يَرْحَمُنَا
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا .. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ
الْوَهَّابُ
رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ