Lihatlah alam.
Ia berjalan perlahan.
Pasang tak pernah datang terlalu dini, dan surut tak pernah menghilang sebelum waktunya.
Pagi tak pernah mendahului malam, dan senja tak pernah memaksa langit untuk pergi sebelum waktunya.
Kuncup daun tidak memaksa dirinya mekar, sebagaimana gugur tidak pernah datang lebih awal dari takdirnya.
Semua berjalan tenang. Damai.
Dalam diam, alam mengajarkan satu hal yang sering kita lupakan, keberhasilan tidak datang dari terburu-buru, tapi dari kesetiaan terhadap proses.
Namun kita manusia sering terpeleset dalam jerat ambisi.
Kita ingin cepat-cepat lulus, seolah gelar akan segera menambal kekosongan dalam dada.
Kita ingin cepat-cepat dapat kerja, menikah, punya rumah, punya anak seakan hidup ini perlombaan menuju entah apa.
Kita berlari. Kita kejar bayangan kita sendiri.
Dan ketika tak tercapai, kita merasa kalah padahal waktu belum selesai berbicara.
Adakah yang salah bila seseorang lulus di usia 25? Tidak.
Menikah di usia 35? Tetap mulia.
Mendapat pekerjaan mapan di usia 40? Itu pun tetap kemenangan.
Karena tidak semua bunga mekar di musim yang sama.
Sebagian datang saat fajar, sebagian justru bersinar di tengah malam.
Ada orang bergaji besar tapi kehilangan damai dalam tidurnya.
Ada pula yang belum menikah di usia 40, bukan karena tak mampu, tapi karena memilih merawat orang tuanya yang renta dan itu pun adalah bentuk cinta yang agung.
Ada yang sukses muda, dan ada yang menemukan panggilan hidupnya saat uban mulai tumbuh di pelipis semuanya tetap indah.
Alam tidak terburu-buru. Tapi ia tiba.
Lalu mengapa kita harus begitu gelisah?
Belajarlah dari pepohonan yang tak pernah cemas kapan ia tumbuh.
Belajarlah dari matahari yang tidak pernah iri pada bulan.
Belajarlah dari waktu yang tidak pernah datang terlambat, karena ia tahu: semua akan indah, ketika sampai pada waktunya.
Jadi, tenanglah.
Berjalanlah dengan sabar, sebab hidup bukan tentang siapa yang paling cepat tetapi siapa yang paling setia dalam perjalanannya.
Magelang, 2 Mei 2025
B. Chairil Anwar
