Catatan Perjalanan Sang PemRed KULTUMEDIA
Romantis bukan semata tentang lampu-lampu kota yang gemerlap, bukan pula hanya tentang bunga mawar dan kafe dipinggir jalan. Romantis adalah tentang ketenangan yang menyusup kedalam dada, tentang getar haru yang datang dari sesuatu yang lebih dalam seperti senja di Madinah.
Di pelataran Masjid Nabawi, saat matahari mulai condong kebarat, suasana menjadi magis. Anak-anak pribumi tampak berlarian riang diantara tiang-tiang masjid, seperti tak terganggu oleh suhu yang disiang hari bisa menyentuh 40 derajat. Burung-burung merpati beterbangan di langit, lalu turun ke bumi dengan gerakan yang lembut, seperti turut berdzikir mengagungkan nama Tuhan. Suara kepakan sayap dan desir angin sore menyatu menjadi simfoni sunyi yang menyentuh jiwa.
Jamaah mulai berdatangan. Langkah-langkah mereka penuh harap, wajah-wajah mereka menyiratkan kerinduan yang tak bisa dijelaskan. Mereka datang bukan karena panggilan dunia, tapi karena getar iman yang menggugah. Langit Madinah perlahan berwarna jingga keemasan, dan mentari menutup hari dengan kelembutan, seperti memahami bahwa di kota ini, cinta tidak dipamerkan, tetapi dirasakan.
Madinah bukan sekadar kota suci, ia adalah pangkuan kehangatan. Meski panas membakar siang hari, namun anehnya, kota ini terasa sejuk bagi siapa pun yang mencintainya. Mobil-mobil melaju perlahan tanpa saling serobot. Tak ada klakson saling sahut, tak ada wajah gusar. Antrian taksi pun rapi dan tertib, seperti barisan doa yang mengalir pelan namun pasti menuju langit. Penduduknya ramah, para peziarah saling menyapa, dan semua seolah sepakat menjaga harmoni yang tak tertulis.
Tata ruang kota ini tertata dengan luar biasa. Bangunan-bangunan menjulang dalam kesederhanaan megah, tak berusaha mencolok, namun meneduhkan. Semua elemen kota tampak seperti saling memahami, ini bukan tempat biasa, ini adalah kota pilihan, tanah cinta Rasulullah.
Jadi jika ada yang mengatakan Paris adalah kota paling romantis di dunia, barangkali mereka belum pernah merasakan senja di pelataran Masjid Nabawi. Kota ini bukan sekadar romantis, ia adalah saksi bisu dari cinta yang paling suci, cinta antara Rasulullah dan umatnya. Di kota inilah beliau memilih tempat peristirahatan terakhirnya, bukan karena kebetulan, melainkan karena cinta.
Madinah adalah kota yang memeluk, bukan membakar. Kota yang menghangatkan, bukan karena cuaca, melainkan karena kehadiran cinta ilahi yang mengalir di setiap jalannya. Ia tidak bising, tidak tergesa-gesa, dan tidak pernah memaksa. Ia hadir seperti doa yang pelan, namun sampai.
Madinah Al-Munawwarah. Kota bercahaya. Kota yang romantis, karena di dalamnya, cinta tak pernah perlu dijelaskan cukup dirasakan.
.
Oleh : Bagas Chairil Anwar
( Sekretaris PCPM Weleri. dan Ketua MPI PCM Weleri )