Oleh : Arif Budiman (Anggota Takmir Masjid Annur Weleri)
Iedul Adha tahun ini menghadirkan rasa haru yang mendalam bagi jamaah Masjid An Nur Weleri. Di antara deretan nama yang Qurban, ada tiga sosok yang membuat hati siapa pun bergetar: Bu Sugiyanti, Bu Budi Winarni dan Mas Nanang salah satu marbot masjid. Keduanya adalah Ibu tangguh tanpa pendamping. Pekerjaanya serabutan. Penghasilan tak menentu. Tapi tahun ini, mereka bisa ikut berqurban.
Pada tahun sebelumnya, mereka hanya bisa terlibat sebagai panitiaQurban—belum memiliki kesempatan untuk berqurban seekor kambing pun. Namun tahun ini, keadaan berubah. Mereka tak lagi hanya membantu, tetapi juga menjadi bagian dari mereka yang berqurban. Dari penerima, kini menjadi pemberi. Allah memudahkan jalan bagi niat tulus yang telah lama mereka simpan.”
Apa yang berubah?
Bukan pekerjaan mereka. Bukan gaji atau warisan. Tapi satu hal kecil yang konsisten: menabung.
Adalah H. Muhammad Nuri, salah satu anggota Takmir Masjid An Nur, yang menggagas program tabungan qurban mingguan. Program ini terbuka untuk siapa saja, terutama jamaah yang memiliki niat kuat untuk berqurban namun penghasilannya terbatas.
Sekitar 30-an jamaah ikut serta. Mereka menyisihkan uang mulai dari Rp10.000, disetor setiap hari Selasa dan Jumat setelah shalat Subuh. Uang itu kemudian dikumpulkan dan dikelola dengan aman oleh Koperasi Kuncup Melati, koperasi yang sudah dipercaya di lingkungan jamaah.
Tak ada paksaan. Tak ada target muluk. Hanya langkah kecil yang diulang terus-menerus. Dan saat Idul Adha tiba, terkumpullah cukup dana untuk membeli hewan qurban, baik secara kolektif maupun individu.
Qurban bukan sekadar menyembelih hewan. Ia adalah simbol kepatuhan, pengorbanan, dan kesediaan untuk memberi yang terbaik kepada Allah. Nabi Ibrahim mengajarkan bahwa cinta kepada Allah harus mengalahkan cinta kepada apa pun, bahkan kepada anak sekalipun.
Bu Sugiyanti, Bu Budi Winarni, juga Mas Nanang telah memberi pelajaran itu dalam bentuk nyata. Mereka mungkin tak punya banyak harta, tapi mereka punya niat yang disertai usaha. Tabungan kecil mereka menjadi bukti bahwa siapa pun bisa mendekat kepada Allah—asal ada tekad dan sarana yang mempermudah.
Program tabungan qurban ini sejatinya bukan hanya membantu secara keuangan, tapi juga melatih manajemen hidup. Jika jamaah bisa belajar menabung untuk qurban, maka mereka pun bisa diarahkan untuk menabung pendidikan anak, atau menabung untuk umrah.
Dengan manajemen sederhana—berbasis komunitas, disiplin, dan kesadaran spiritual—jamaah bisa bangkit. Bahkan yang sehari-hari hidup seadanya.
Qurban adalah ibadah tahunan, tapi dampaknya bisa seumur hidup. Ia mengajarkan kepedulian, kesetaraan, dan kekuatan niat. Program tabungan qurban Masjid An Nur membuktikan bahwa dengan sistem yang tepat, qurban bukan hanya milik yang kaya.
Terima kasih kepada tiga sosok jamaah ini yang telah mengajarkan bahwa kemuliaan bukan tentang jumlah, tapi tentang tekad dan keikhlasan.